Sikap Kritis dan Iman
(Yohanes 20: 24-31)
Kadang kala iman dihubungkan dengan sikap nrimo dan non-rasional. Percaya atau beriman dipahami sebagai sikap menerima apa saja yang beratasnamakan iman atau Tuhan. Bersikap kritis atau bertanya tentang logika iman Kristen dianggap sebagai sikap tidak percaya.
Paling sedikit penulis Injil Yohanes mencatat dua murid Yesus yang mengambil sikap hati-hati dan kritis terhadap-Nya. Natanael mempertanyakan apakah mungkin muncul sesuatu yang baik dari Nazaret. Ia meragukan Yesus dari Nazaret sebagai Mesias (Yoh. 1: 45-16). Tomas bersikap skeptis dengan menyatakan argumennya sebelum melihat dan meraba sendiri lubang paku dan tusukan tombak di tubuh Yesus yang sudah bangkit itu (25b). Marahkah Yesus terhadap pertanyaan dan sikap kritis Natanael dan Tomas? Tidak. Justru sebaliknya, Natanael dipuji-Nya sebagai orang Israel sejati (Yoh. 1: 47). Bahkan Tomas diizinkan-Nya meraba luka-luka di tubuh-Nya. Tomas juga ditantang Yesus untuk menanggalkan ketidakpercayaannya itu dan sebaliknya percaya dan tetap hidup dalam iman (27).
Bagian terakhir ucapan Yesus kepada Tomas dalam ayat 29 ditujukan kepada para pembaca Injil Yohanes pada masanya, juga kepada kita pada masa kini. Kita tidak mungkin lagi bersikap seperti Tomas, meminta pada Yesus untuk melihat dan meraba lubang di tangan dan kaki serta lambung-Nya untuk membuktikan kebangkitan-Nya. Namun, penulis Injil Yohanes menyajikan dalam tulisannya banyak tanda yang diperbuat oleh Yesus sebagai bukti bahwa Dia adalah Mesias, Anak Allah yang hidup. Yesus tidak meminta tiap orang untuk beriman tanpa sikap kritis melainkan Ia mendorong setiap orang untuk menguji kebenaran kesaksian para penginjil (Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes) tentang diri-Nya.
Renungkanlah: Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya (29b) karena oleh iman kepada Yesus, mereka memperoleh hidup dalam nama-Nya (31).
Sumber: Santapan Harian edisi Kitab Yohanes Bagian ke-2 hari ke-37
Paling sedikit penulis Injil Yohanes mencatat dua murid Yesus yang mengambil sikap hati-hati dan kritis terhadap-Nya. Natanael mempertanyakan apakah mungkin muncul sesuatu yang baik dari Nazaret. Ia meragukan Yesus dari Nazaret sebagai Mesias (Yoh. 1: 45-16). Tomas bersikap skeptis dengan menyatakan argumennya sebelum melihat dan meraba sendiri lubang paku dan tusukan tombak di tubuh Yesus yang sudah bangkit itu (25b). Marahkah Yesus terhadap pertanyaan dan sikap kritis Natanael dan Tomas? Tidak. Justru sebaliknya, Natanael dipuji-Nya sebagai orang Israel sejati (Yoh. 1: 47). Bahkan Tomas diizinkan-Nya meraba luka-luka di tubuh-Nya. Tomas juga ditantang Yesus untuk menanggalkan ketidakpercayaannya itu dan sebaliknya percaya dan tetap hidup dalam iman (27).
Bagian terakhir ucapan Yesus kepada Tomas dalam ayat 29 ditujukan kepada para pembaca Injil Yohanes pada masanya, juga kepada kita pada masa kini. Kita tidak mungkin lagi bersikap seperti Tomas, meminta pada Yesus untuk melihat dan meraba lubang di tangan dan kaki serta lambung-Nya untuk membuktikan kebangkitan-Nya. Namun, penulis Injil Yohanes menyajikan dalam tulisannya banyak tanda yang diperbuat oleh Yesus sebagai bukti bahwa Dia adalah Mesias, Anak Allah yang hidup. Yesus tidak meminta tiap orang untuk beriman tanpa sikap kritis melainkan Ia mendorong setiap orang untuk menguji kebenaran kesaksian para penginjil (Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes) tentang diri-Nya.
Renungkanlah: Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya (29b) karena oleh iman kepada Yesus, mereka memperoleh hidup dalam nama-Nya (31).
Sumber: Santapan Harian edisi Kitab Yohanes Bagian ke-2 hari ke-37