Siapa yang Percaya?
(Yohanes 12: 37-43)
Yohanes kini memberikan evaluasi teologis tentang respons orang Yahudi terhadap Yesus. Ia menggunakan dua kutipan dari Yesaya (Yes. 53:1, 6:10) untuk menjelaskan bahwa penolakan orang Yahudi terhadap firman dan terang itu (bdk. Yoh. 1:10,11) adalah penggenapan nubuat. Kutipan pertama, yang diambil dari Nyanyian Hamba dalam Yesaya 53, mengacu bukan hanya pada penghinaan serta penolakan terhadap Yesus, tetapi juga pada pemuliaan Yesus yang ditinggikan (Yes. 52:13). Yohanes mengaitkan kedua aspek ini dengan kegagalan orang Yahudi untuk percaya kepada Yesus.
Kutipan kedua dari Yesaya 6:10 menjelaskan mengapa mereka tidak dapat percaya, walau telah menyaksikan banyak mukjizat (37), yaitu karena Allah membutakan mata dan mengeraskan hati mereka (39; bdk. Rm. 11:8). Konsep ini harus dipahami bukan dari segi psikologis, tetapi dari segi sejarah keselamatan (bdk. Ul. 28: 2-4). Tindakan Allah itu berkatian dengan keberdosaan manusia sendiri (Kel. 7:13, 22; 8:15; 2 Taw. 36:13; Mzm. 95:8). Di dalam Alkitab kedaulatan Allah (dalam mengeraskan hati orang berdosa) tidak pernah dipertentangkan dengan tanggung jawab pribadi orang yang menolak Dia. Ketidakmampuan orang untuk percaya bukan tanggung jawab Allah melainkan hukuman: Allah menyerahkan orang-orang yang menolak Dia pada keinginan hati mereka sendiri sehingga semakin lama mereka semakin jahat dan tidak mampu mendengar teguran untuk bertobat. Teks ini tidak meniadakan kebebasan manusia, sebab ayat 42 sangat jelas menyatakan bahwa manusia bebas menerima atau menolak Yesus.
Maka jangan keraskan hati Anda saat firman-Nya menyapa lembut agar Anda bertobat. Penolakan dan pengerasan hati mengakibatkan kebebalan hati nurani yang menyebabkan Anda terus tinggal dalam dosa dan pada akhirnya menuai kebinasaan kekal!
Renungkan: Peringatan keras Yesaya adalah himbauan untuk kembali kepada-Nya, karena kuasa dan kasih Allah tidak terpisahkan dari keadilan-Nya.
Sumber: Santapan Harian edisi Kitab Yohanes Bagian ke-2 hari ke-9
Kutipan kedua dari Yesaya 6:10 menjelaskan mengapa mereka tidak dapat percaya, walau telah menyaksikan banyak mukjizat (37), yaitu karena Allah membutakan mata dan mengeraskan hati mereka (39; bdk. Rm. 11:8). Konsep ini harus dipahami bukan dari segi psikologis, tetapi dari segi sejarah keselamatan (bdk. Ul. 28: 2-4). Tindakan Allah itu berkatian dengan keberdosaan manusia sendiri (Kel. 7:13, 22; 8:15; 2 Taw. 36:13; Mzm. 95:8). Di dalam Alkitab kedaulatan Allah (dalam mengeraskan hati orang berdosa) tidak pernah dipertentangkan dengan tanggung jawab pribadi orang yang menolak Dia. Ketidakmampuan orang untuk percaya bukan tanggung jawab Allah melainkan hukuman: Allah menyerahkan orang-orang yang menolak Dia pada keinginan hati mereka sendiri sehingga semakin lama mereka semakin jahat dan tidak mampu mendengar teguran untuk bertobat. Teks ini tidak meniadakan kebebasan manusia, sebab ayat 42 sangat jelas menyatakan bahwa manusia bebas menerima atau menolak Yesus.
Maka jangan keraskan hati Anda saat firman-Nya menyapa lembut agar Anda bertobat. Penolakan dan pengerasan hati mengakibatkan kebebalan hati nurani yang menyebabkan Anda terus tinggal dalam dosa dan pada akhirnya menuai kebinasaan kekal!
Renungkan: Peringatan keras Yesaya adalah himbauan untuk kembali kepada-Nya, karena kuasa dan kasih Allah tidak terpisahkan dari keadilan-Nya.
Sumber: Santapan Harian edisi Kitab Yohanes Bagian ke-2 hari ke-9