Sejarah Gereja Indonesia
Supaya kita dapat memahami mengapa umat Kristiani di Indonesia belum mengerti makna Amanat Agung kita harus memperhatikan sejarah gereja. Sejarah gereja Indonesia tidak bisa dilepas dari zaman penjajahan di mana orang Belanda mencari keuntungannya di tanah air dan sekaligus membawa Injil ke negara ini. Menaati Amanat Agung tidak menjadi target utama 'Vereinigte Ostindische Compagnie' (VOC), mereka datang untuk berdagang dan menjadi kaya.
Memang ada penginjilan terhadap orang pribumi dan kebaktian dalam bahasa Melayu, tetapi gereja dan kehidupan rohani dikuasai orang Belanda (bdk. Mueller-Krueger,1968:49). Kebanyakan anggota gereja, secara khusus orang Indonesia asli, belum memahami makna Injil. Mereka menjadi orang Kristen oleh karena ingin untung atau menyenangkan hati atasan mereka (bdk. Mueller-Krueger, 1968:52). Sering orang Kristen pribumi hanya pasif di gereja dan merasa puas, jika sudah dibaptis. Itu sebabnya kebanyakan jemaat lokal kurang mandiri dan terpelajar dalam hal agama (bdk. MuellerKrueger, 1968:53). Selain itu para hamba Tuhan yang hampir semua berasal dari Belanda kurang menguasai bahasa Melayu sehingga warga jemaat tidak diajar dengan baik. Agama Kristen menjadi "agama Belanda." Itu sebabnya Mueller-Krueger (bdk. H. 63) mengatakan bahwa selama zaman VOC kira-kira 250 tahun sejarah gereja merupakan pra-sejarah gereja Indonesia, sebelum gereja-gereja pada abad ke-20 mulai bangkit dan menjadi mandiri.
Pada zaman Daendels dan Raffeles awal abad ke-19, rakyat Indonesia bebas untuk memilih agama. Ini waktu di mana badan misi dari Amerika dan terutama dari Eropa datang ke mari untuk memberitakan Injil kepada orang pribumi. Dunia Barat pada waktu itu mengalami kebangunan-kebangunan rohani besar-besaran dengan kerinduan untuk menanam gereja di antara orang yang masih belum tercapai dengan Injil, termasuk sukusuku Indonesia. Gereja yang didirikan mereka tidak lagi gereja Belanda melainkan penginjilan mereka bersifat interdenominasi (bdk. Mueller-Krueger, 1968:81). Para misionaris ini diutus menyelamatkan gereja VOC yang sudah berdiri di Indonesia (bdk. Mueller-Krueger, 1968:95 dst . ). Jozef Kam, rasul Ambon, menjadi pelopor dan tidak berhenti untuk memperjuangkan tenaga baru bagi gereja yang sedang secara rohani mati dan hampir tenggelam. Sering guru-guru Injil menolong agar gereja tetap bisa hidup dan berdiri dengan memeluk pengakuan iman Kristiani. Bersambung...
(Sumber diambil dari buku Gereja Misioner Bab II Hal. 13-14)
Memang ada penginjilan terhadap orang pribumi dan kebaktian dalam bahasa Melayu, tetapi gereja dan kehidupan rohani dikuasai orang Belanda (bdk. Mueller-Krueger,1968:49). Kebanyakan anggota gereja, secara khusus orang Indonesia asli, belum memahami makna Injil. Mereka menjadi orang Kristen oleh karena ingin untung atau menyenangkan hati atasan mereka (bdk. Mueller-Krueger, 1968:52). Sering orang Kristen pribumi hanya pasif di gereja dan merasa puas, jika sudah dibaptis. Itu sebabnya kebanyakan jemaat lokal kurang mandiri dan terpelajar dalam hal agama (bdk. MuellerKrueger, 1968:53). Selain itu para hamba Tuhan yang hampir semua berasal dari Belanda kurang menguasai bahasa Melayu sehingga warga jemaat tidak diajar dengan baik. Agama Kristen menjadi "agama Belanda." Itu sebabnya Mueller-Krueger (bdk. H. 63) mengatakan bahwa selama zaman VOC kira-kira 250 tahun sejarah gereja merupakan pra-sejarah gereja Indonesia, sebelum gereja-gereja pada abad ke-20 mulai bangkit dan menjadi mandiri.
Pada zaman Daendels dan Raffeles awal abad ke-19, rakyat Indonesia bebas untuk memilih agama. Ini waktu di mana badan misi dari Amerika dan terutama dari Eropa datang ke mari untuk memberitakan Injil kepada orang pribumi. Dunia Barat pada waktu itu mengalami kebangunan-kebangunan rohani besar-besaran dengan kerinduan untuk menanam gereja di antara orang yang masih belum tercapai dengan Injil, termasuk sukusuku Indonesia. Gereja yang didirikan mereka tidak lagi gereja Belanda melainkan penginjilan mereka bersifat interdenominasi (bdk. Mueller-Krueger, 1968:81). Para misionaris ini diutus menyelamatkan gereja VOC yang sudah berdiri di Indonesia (bdk. Mueller-Krueger, 1968:95 dst . ). Jozef Kam, rasul Ambon, menjadi pelopor dan tidak berhenti untuk memperjuangkan tenaga baru bagi gereja yang sedang secara rohani mati dan hampir tenggelam. Sering guru-guru Injil menolong agar gereja tetap bisa hidup dan berdiri dengan memeluk pengakuan iman Kristiani. Bersambung...
(Sumber diambil dari buku Gereja Misioner Bab II Hal. 13-14)