Saat Menghadapi Pergumulan
(1 Samuel 1: 1-18)
Dalam suatu fase hidupnya, seseorang pasti pernah mengalami pergumulan berat yang membuat dirinya sampai bertekuk lutut menaikkan doa-doanya. Kondisi seperti ini dapat terjadi tatkala orang yang dikasihi sedang meregang nyawa karena sakit, atau karena kesulitan ekonomi yang membuat ia sampai tidak bisa memberi makan keluarganya.
Hana juga mengalami pergumulan berat, sampai-sampai ia tidak bisa dihibur oleh siapa pun. Apa masalahnya? Ia tidak bisa memiliki keturunan. Ini merupakan aib bagi seorang istri dalam budaya kaum laki-laki (patriarkal), seperti Israel. Ketidakmampuan suami Hana, Elkana, untuk mengerti perasaan isterinya semakin menambah beban penderitaannya (8). Belum lagi ditambah sikap isteri kedua Elkana, Penina, yang sering menghina Hana. Pandangan yang berlaku dalam bangsa Israel pada masa itu, kemandulan merupakan hukum Tuhan atas seorang wanita. Itulah kata-kata hinaan Penina kepada Hana (6-7). Lalu, apakah benar Hana sedang menjalani hukuman Tuhan?
Saat kisah ini berlanjut, kita menyadari bahwa pandangan seperti ini tidak benar. Memang Tuhan yang menutup kandungan Hana (5), tetapi bukan dengan maksud menghukum. Di tengah kepedihan hati, Hana mengadukan nasibnya kepada Tuhan. Sengsara memang bisa mendekatkan diri pada Tuhan. Kalau hidup lancar dan masalah tidak seberapa, betapa mudahnya hidup kita menganggap bahwa memang sudah seharusnya situasi itu yang terjadi.
Melalui doa yang dipanjatkan dengan hati hancur, Tuhan memakai Eli untuk menjawab pergumulan Hana. Hana terhibur karena ia tahu bahwa Tuhan mendengar dan menjawab doanya. Karena itu, jangan tunggu persoalan datang baru kita mencari Tuhan. Biasakan diri mencari kehendak-Nya dan mengucap syukur atas semua hal yang Tuhan sudah lakukan dalam hidup kita. Percalah bahwa saat anda benar-benar bersandar kepada Tuhan, jawaban-Nya tidak mengecewakan.
Hana juga mengalami pergumulan berat, sampai-sampai ia tidak bisa dihibur oleh siapa pun. Apa masalahnya? Ia tidak bisa memiliki keturunan. Ini merupakan aib bagi seorang istri dalam budaya kaum laki-laki (patriarkal), seperti Israel. Ketidakmampuan suami Hana, Elkana, untuk mengerti perasaan isterinya semakin menambah beban penderitaannya (8). Belum lagi ditambah sikap isteri kedua Elkana, Penina, yang sering menghina Hana. Pandangan yang berlaku dalam bangsa Israel pada masa itu, kemandulan merupakan hukum Tuhan atas seorang wanita. Itulah kata-kata hinaan Penina kepada Hana (6-7). Lalu, apakah benar Hana sedang menjalani hukuman Tuhan?
Saat kisah ini berlanjut, kita menyadari bahwa pandangan seperti ini tidak benar. Memang Tuhan yang menutup kandungan Hana (5), tetapi bukan dengan maksud menghukum. Di tengah kepedihan hati, Hana mengadukan nasibnya kepada Tuhan. Sengsara memang bisa mendekatkan diri pada Tuhan. Kalau hidup lancar dan masalah tidak seberapa, betapa mudahnya hidup kita menganggap bahwa memang sudah seharusnya situasi itu yang terjadi.
Melalui doa yang dipanjatkan dengan hati hancur, Tuhan memakai Eli untuk menjawab pergumulan Hana. Hana terhibur karena ia tahu bahwa Tuhan mendengar dan menjawab doanya. Karena itu, jangan tunggu persoalan datang baru kita mencari Tuhan. Biasakan diri mencari kehendak-Nya dan mengucap syukur atas semua hal yang Tuhan sudah lakukan dalam hidup kita. Percalah bahwa saat anda benar-benar bersandar kepada Tuhan, jawaban-Nya tidak mengecewakan.