Saat Mengalami Derita
( Mazmur 22: 1-19 )
Kehidupan Kristen bukan hanya terdiri dari pengalaman manis yang indah untuk dikenang, namun juga pengalaman pahit yang menghadirkan duka dan penderitaan. Pertanyaannya, bagaimana kita menyikapi pengalaman pahit tersebut?.
Ditengah intensitas penderitaan yang pemazmur alami, tidak ada tempat lain baginya untuk mengadukan kepedihan yang dia alami, selain kepada Allah. Dalam kejujuran hatinya, pemazmur mempertanyakan dimanakah Allah di dalam kondisi yang pahit ini (1), Allah seolah tidak mendengarkan doanya (2), meninggalkan dia sendirian menghadapi musuh yang begitu kejam (15-19), hingga ia merasa tersaing dan kesepian. Padahal sejarah Israel telah memperlihatkan bagaimana Allah tampil menyelamatkan dan membela umat-Nya (4-6). Akibat kontras itulah, maka banyak orang yang mencibir dan menganggap bahwa penderitaan pemazmur adalah akibat dosanya (8-9). Merenungkan situasi yang menyedihkan tersebut, pemazmur kembali mengalihkan pandangannya pada Allah. Ia berseru agar Allah tidak menjauhi dia (12).
Pengalaman pemazmur mungkin juga menjadi pengalaman hidup kita. Dalam masalah yang berat, tak jarang kita juga dapat merasa sendiri, tersudut dan dijauhi oleh banyak orang. Bahkan, sekalipun doa dan permohonan tak hentinya kita ucapkan, namun jawaban dari Allah tak kunjung didengar. Dalam kondisi ini, tak jarang kita dapat merasa Allah jauh meninggalkan kita. Namun belajarlah percaya bahwa kasih setia Allah tak pernah meninggalkan umat-Nya.
Renungkan: Pengalaman buruk kita memang dapat menyebabkan kesedihan dan penderitaan. Namun, pencobaan (Yak. 1: 2-4, 12), penganiayaan (Yoh. 15: 18; 2 Tim. 2: 12), dan penderitaan (Flp. 1: 29) juga merupakan bagian dari pembelajaran iman agar keyakinan kita diperdalam (Yak. 2: 3), persekutuan kita dengan Allah diperkaya (Flp. 3: 10) dan tetap dapat mengalami sukacita dalam kesulitan (Yoh. 17: 13; 1 Ptr. 4: 13; 2Kor. 12: 10).
Ditengah intensitas penderitaan yang pemazmur alami, tidak ada tempat lain baginya untuk mengadukan kepedihan yang dia alami, selain kepada Allah. Dalam kejujuran hatinya, pemazmur mempertanyakan dimanakah Allah di dalam kondisi yang pahit ini (1), Allah seolah tidak mendengarkan doanya (2), meninggalkan dia sendirian menghadapi musuh yang begitu kejam (15-19), hingga ia merasa tersaing dan kesepian. Padahal sejarah Israel telah memperlihatkan bagaimana Allah tampil menyelamatkan dan membela umat-Nya (4-6). Akibat kontras itulah, maka banyak orang yang mencibir dan menganggap bahwa penderitaan pemazmur adalah akibat dosanya (8-9). Merenungkan situasi yang menyedihkan tersebut, pemazmur kembali mengalihkan pandangannya pada Allah. Ia berseru agar Allah tidak menjauhi dia (12).
Pengalaman pemazmur mungkin juga menjadi pengalaman hidup kita. Dalam masalah yang berat, tak jarang kita juga dapat merasa sendiri, tersudut dan dijauhi oleh banyak orang. Bahkan, sekalipun doa dan permohonan tak hentinya kita ucapkan, namun jawaban dari Allah tak kunjung didengar. Dalam kondisi ini, tak jarang kita dapat merasa Allah jauh meninggalkan kita. Namun belajarlah percaya bahwa kasih setia Allah tak pernah meninggalkan umat-Nya.
Renungkan: Pengalaman buruk kita memang dapat menyebabkan kesedihan dan penderitaan. Namun, pencobaan (Yak. 1: 2-4, 12), penganiayaan (Yoh. 15: 18; 2 Tim. 2: 12), dan penderitaan (Flp. 1: 29) juga merupakan bagian dari pembelajaran iman agar keyakinan kita diperdalam (Yak. 2: 3), persekutuan kita dengan Allah diperkaya (Flp. 3: 10) dan tetap dapat mengalami sukacita dalam kesulitan (Yoh. 17: 13; 1 Ptr. 4: 13; 2Kor. 12: 10).