Rasa Cukup
(1 Timotius 6: 1-10)
Pola pikir adalah cara otak dan akal menerima, memproses, menganalisis, mempersepsi, dan membuat kesimpulan terhadap informasi yang masuk melalui indra kita. Kerangka berpikir ini bersifat dinamis dan mempengaruhi cara bersikap. Karena itu, seseorang perlu memiliki pemahaman yang benar agar pola pikirnya sehat dan tingkah lakunya pun baik.
Paulus tentu juga memahami hal ini. Karena itu, ia memperingatkan Timotius dan jemaat untuk mewaspadai bahaya pengajar sesat (3). Orang seperti ini biasanya berlagak pintar, suka mendebat, memfitnah, dengki, dan curiga (4). Orang seperti ini tidak memiliki pemikiran yang sehat dan telah kehilangan kebenaran (5). Mereka merasa bahwa peraturan yang mereka jalankan dalam ibadah akan memberikan keuntungan dan rasa hormat bagi mereka.
Sebaliknya, Paulus mengajarkan kepada pembaca surat ini bahwa keuntungan dari ibadah justru bersumber pada rasa cukup (6). Rasa ini muncul karena adanya kesadaran akan anugerah Allah yang sungguh besar dalam hidup orang percaya (band. Rm. 5: 17). Sebab itu, seseorang dapat tetap bersyukur karena kehidupan dan kebutuhan pokok yang terpenuhi (7-8). Ia juga menegaskan bahwa keinginan untuk menjadi kaya, dan berkuasa, justru membawa orang dalam kebinasaan (9). Karena akar dari segala kejahatan adalah cinta uang (10). Oleh karena hal inilah, banyak orang bertindak di luar kebenaran firman seperti mencuri, menipu, dan korupsi,
Rasa cukup bukan hanya memberikan kemampuan seseorang untuk bersyukur, namun juga memberi damai sejahtera dalam kehidupan. Melalui damai inilah seseorang dimampukan untuk menghormati dan mengasihi orang lain (1-2). Karena itu, milikilah rasa cukup dalam hati kita. Lihatlah bahwa Tuhan telah memberikan anugerah terbesar, yaitu keselamatan dalam Yesus Kristus. Berkat ini melampaui segala harta di dunia.
Renungkan: Sudahkah kita mensyukuri anugerah keselamatan dan kehidupan yang Tuhan berikan?
Sumber: Santapan Harian edisi Kitab 1 Tesalonika 1: 1-2 Timotius 4: 22 hari ke-24
Paulus tentu juga memahami hal ini. Karena itu, ia memperingatkan Timotius dan jemaat untuk mewaspadai bahaya pengajar sesat (3). Orang seperti ini biasanya berlagak pintar, suka mendebat, memfitnah, dengki, dan curiga (4). Orang seperti ini tidak memiliki pemikiran yang sehat dan telah kehilangan kebenaran (5). Mereka merasa bahwa peraturan yang mereka jalankan dalam ibadah akan memberikan keuntungan dan rasa hormat bagi mereka.
Sebaliknya, Paulus mengajarkan kepada pembaca surat ini bahwa keuntungan dari ibadah justru bersumber pada rasa cukup (6). Rasa ini muncul karena adanya kesadaran akan anugerah Allah yang sungguh besar dalam hidup orang percaya (band. Rm. 5: 17). Sebab itu, seseorang dapat tetap bersyukur karena kehidupan dan kebutuhan pokok yang terpenuhi (7-8). Ia juga menegaskan bahwa keinginan untuk menjadi kaya, dan berkuasa, justru membawa orang dalam kebinasaan (9). Karena akar dari segala kejahatan adalah cinta uang (10). Oleh karena hal inilah, banyak orang bertindak di luar kebenaran firman seperti mencuri, menipu, dan korupsi,
Rasa cukup bukan hanya memberikan kemampuan seseorang untuk bersyukur, namun juga memberi damai sejahtera dalam kehidupan. Melalui damai inilah seseorang dimampukan untuk menghormati dan mengasihi orang lain (1-2). Karena itu, milikilah rasa cukup dalam hati kita. Lihatlah bahwa Tuhan telah memberikan anugerah terbesar, yaitu keselamatan dalam Yesus Kristus. Berkat ini melampaui segala harta di dunia.
Renungkan: Sudahkah kita mensyukuri anugerah keselamatan dan kehidupan yang Tuhan berikan?
Sumber: Santapan Harian edisi Kitab 1 Tesalonika 1: 1-2 Timotius 4: 22 hari ke-24