Nafsu yang Membutakan
(Bilangan 22: 21-40)
Ketika seseorang dipengaruhi oleh nafsu tanpa bisa menguasainya, maka ia akan dibutakan oleh nafsunya itu. Dalam keadaan demikian, tentu saja orang tidak dapat lagi mendengar peringatan Tuhan. Hal ini terjadi pada Bileam. Bahkan Bileam digambarkan lebih buta dari keledainya. Mengapa demikian?
Sebelumnya Allah menyuruh Bileam pergi. Akan tetapi, ketika ia pergi, Allah jadi marah. Kalau kita perhatikan, Bileam pergi karena pertama kali ia telah menolak perintah Allah. Itu sebabnya Allah marah dan mengirim malaikat-Nya untuk mencegat Bileam. Keledai yang melihat malaikat itu kemudian tidak mau maju sehingga Bileam memukul keledainya. Hal ini terjadi sampai tiga kali (23, 25, 27).
Ironis sekali, keledai yang tidak memiliki karunia penglihatan supra natural, bisa mengenal utusan Penciptanya. Bahkan keledai itu merespons sesuai keinginan Tuhan. Sebaliknya, sang nabi yang mengaku sebagai orang yang “melihat penglihatan” dari yang Mahakuasa (24: 4, 16), justru dibutakan karena punya hati yang tidak taat. Ketidaktaatan yang lahir karena keinginan untuk mendapatkan hadiah dari Balak, sang raja Moab. Maka terjadilah sesuatu yang ironis: Allah murka kepada Bileam, sementara Bileam murka kepada keledai yang menyelamatkan dia dari murka Allah; keledai itu menyelamatkan Bileam dari pedang malaikat, tetapi Bileam ingin membunuhnya dengan pedang. Ironi yang lain ialah keledai ini bisa dijadikan gambaran sederhana tentang pengikut Tuhan yang taat. Ia peka terhadap pimpinan Tuhan, namun menjadi duri bagi orang yang tidak taat.
Sama seperti Bileam, setiap kita bisa saja memiliki kerentanan yang sama bila dikuasai oleh nafsu untuk mendaptkan atau memiliki sesuatu. Nafsu ini bisa membutakan kita hingga tidak dapat, bahkan tidak ingin lagi melihat kehendak Allah bagi kita. Karena itu berhati-hatilah ketika kita sangat menginginkan sesuatu. Dan bijaklah dalam melihat pimpinan Tuhan mengenai hal itu.
Sumber: Santapan Harian edisi Kitab Bilangan hari ke-42
Sebelumnya Allah menyuruh Bileam pergi. Akan tetapi, ketika ia pergi, Allah jadi marah. Kalau kita perhatikan, Bileam pergi karena pertama kali ia telah menolak perintah Allah. Itu sebabnya Allah marah dan mengirim malaikat-Nya untuk mencegat Bileam. Keledai yang melihat malaikat itu kemudian tidak mau maju sehingga Bileam memukul keledainya. Hal ini terjadi sampai tiga kali (23, 25, 27).
Ironis sekali, keledai yang tidak memiliki karunia penglihatan supra natural, bisa mengenal utusan Penciptanya. Bahkan keledai itu merespons sesuai keinginan Tuhan. Sebaliknya, sang nabi yang mengaku sebagai orang yang “melihat penglihatan” dari yang Mahakuasa (24: 4, 16), justru dibutakan karena punya hati yang tidak taat. Ketidaktaatan yang lahir karena keinginan untuk mendapatkan hadiah dari Balak, sang raja Moab. Maka terjadilah sesuatu yang ironis: Allah murka kepada Bileam, sementara Bileam murka kepada keledai yang menyelamatkan dia dari murka Allah; keledai itu menyelamatkan Bileam dari pedang malaikat, tetapi Bileam ingin membunuhnya dengan pedang. Ironi yang lain ialah keledai ini bisa dijadikan gambaran sederhana tentang pengikut Tuhan yang taat. Ia peka terhadap pimpinan Tuhan, namun menjadi duri bagi orang yang tidak taat.
Sama seperti Bileam, setiap kita bisa saja memiliki kerentanan yang sama bila dikuasai oleh nafsu untuk mendaptkan atau memiliki sesuatu. Nafsu ini bisa membutakan kita hingga tidak dapat, bahkan tidak ingin lagi melihat kehendak Allah bagi kita. Karena itu berhati-hatilah ketika kita sangat menginginkan sesuatu. Dan bijaklah dalam melihat pimpinan Tuhan mengenai hal itu.
Sumber: Santapan Harian edisi Kitab Bilangan hari ke-42