Menipu Diri
(Yeremia 7: 1‐20)
Orang Kristen sering kali salah mengartikan iman. Iman bukan sekedar mengakui adanya Tuhan dan percaya pada‐Nya. Akan tetapi, suatu sikap percaya dan penyerahan total seluruh aspek kehidupannya kepada tuntunan dan kehendak Allah.
Israel salah memahami iman yang mereka miliki terhadap Allah. Mereka berpikir bahwa dengan terlahir sebagai keturunan Abraham dan menjadi orang Israel, maka mereka pasti selamat. Selain itu, dengan adanya bait Allah (4) sebagai tempat umat berdoa dan menyerukan nama‐Nya (10, 11, 14), tak mungkin Tuhan akan membiarkan tempat itu
hancur dan para penyembah‐Nya mengalami penderitaan.
Sekalipun mereka membanggakan keindahan rumah Tuhan dan ibadah yang dilakukan, namun mereka melanggar hukum‐hukum Allah yang lain (8‐9). Mereka lupa bahwa Allah pernah menghancurkan tempat ibadah di Silo karena kejahatan Israel (12). Karena itu, Yeremia teru‐menerus menyampaikan hukuman Tuhan dan mengundang mereka untuk bertobat dari perbuatan jahat mereka. Sayangnya, umat memilih untuk lebih percaya kepada nabi‐nabi palsu yang hanya menyampaikan kabar yang memuaskan telinga mereka (8; bdk. 6: 13‐14) dan menolak berita yang disampaikan oleh Yeremia (13). Akibatnya, Allah akan membuang mereka dari hadapan‐Nya sebagai ganjaran atas pemberontakan mereka (14).
Orang Yehuda berpikir bahwa dengan mengaku percaya dan beribadah maka mereka dapat selamat. Nyatanya, iman pada Tuhan harus disertai dengan ketaatan dan sikap hidup yang sesuai dengan hukum‐Nya, seperti yang dikatakan oleh Alkitab bahwa iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati (bdk. Yak. 2: 17).
Renungkan: Iman yang sejati tercermin melalui kasih kepada Tuhan dan sesama. Karena itu, nyatakanlah iman kita melalui perhatian yang tulus, pengampunan, kepedulian terhadap orang lain, serta ibadah yang tulus kepada Allah.
Sumber: Santapan Harian edisi Kitab Yeremia hari ke‐13
Israel salah memahami iman yang mereka miliki terhadap Allah. Mereka berpikir bahwa dengan terlahir sebagai keturunan Abraham dan menjadi orang Israel, maka mereka pasti selamat. Selain itu, dengan adanya bait Allah (4) sebagai tempat umat berdoa dan menyerukan nama‐Nya (10, 11, 14), tak mungkin Tuhan akan membiarkan tempat itu
hancur dan para penyembah‐Nya mengalami penderitaan.
Sekalipun mereka membanggakan keindahan rumah Tuhan dan ibadah yang dilakukan, namun mereka melanggar hukum‐hukum Allah yang lain (8‐9). Mereka lupa bahwa Allah pernah menghancurkan tempat ibadah di Silo karena kejahatan Israel (12). Karena itu, Yeremia teru‐menerus menyampaikan hukuman Tuhan dan mengundang mereka untuk bertobat dari perbuatan jahat mereka. Sayangnya, umat memilih untuk lebih percaya kepada nabi‐nabi palsu yang hanya menyampaikan kabar yang memuaskan telinga mereka (8; bdk. 6: 13‐14) dan menolak berita yang disampaikan oleh Yeremia (13). Akibatnya, Allah akan membuang mereka dari hadapan‐Nya sebagai ganjaran atas pemberontakan mereka (14).
Orang Yehuda berpikir bahwa dengan mengaku percaya dan beribadah maka mereka dapat selamat. Nyatanya, iman pada Tuhan harus disertai dengan ketaatan dan sikap hidup yang sesuai dengan hukum‐Nya, seperti yang dikatakan oleh Alkitab bahwa iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati (bdk. Yak. 2: 17).
Renungkan: Iman yang sejati tercermin melalui kasih kepada Tuhan dan sesama. Karena itu, nyatakanlah iman kita melalui perhatian yang tulus, pengampunan, kepedulian terhadap orang lain, serta ibadah yang tulus kepada Allah.
Sumber: Santapan Harian edisi Kitab Yeremia hari ke‐13