Kaya-Miskin
(Amsal 22: 1-16)
Menurut riset IMF pada tahun 2015, kerusuhan dan meningkatnya tindak kejahatan di beberapa daerah di dunia dipicu oleh meningkatnya kesenjangan ekonomi dalam masyarakat. Selain itu, tingkat kepercayaan diri yang rendah dalam masyarakat makin bertambah akibat melebarnya jarak antara si kaya dan miskin.
Kenyataan adanya orang yang berpunya dan tidak merupakan sesuatu yang tak dapat dihindari. Keduanya merupakan ciptaan Tuhan yang dibentuk seturut peta dan teladan-Nya (2). Meskipun berbeda tingkat sosioekonominya (7), namun tak dibenarkan adanya penindasan terhadap orang yang lebih lemah. Barangsiapa menganiaya orang lain maka ia akan menuai hukuman yang sepadan (8). Itu sebabnya pengamsal mengatakan bahwa orang yang menindas orang lemah dan menjilat orang kaya untuk keuntungan sendiri, hanya akan menerima kesia-siaan (16).
Selain itu, pengamsal juga menegur orang-orang yang malas. Mereka menggunakan berbagai macam alasan untuk tidak bekerja (13). Mereka lebih senang menunggu belas kasihan orang lain. Orang tipe ini menjadi miskin bukan karena ekonomi, namun oleh mentalnya sendiri. Sebaliknya, orang bijak hidup dengan penuh perhitungan (3) dan dengan rendah hati serta rasa takut akan Tuhan, mereka beroleh berkat (4). Orang seperti ini bukan hanya kaya secara materi, namun juga mental dan spiritual. Ia tidak takut berbagi dan menjadi berkat bagi orang lain yang membutuhkan (9).
Kesenjangan sosioekonomi antara si kaya dan miskin seharusnya tidak menciptakan perpecahan, namun peluang untuk dapat saling mengasihi dan menghormati. Anjuran Pengamsal agar orang kaya tidak menindas yang miskin, tetapi membantu orang yang membutuhkan merupakan salah satu cara menjalin tali kasih dalam Kristus. Orang miskin juga tidak boleh malas, mereka juga harus dituntut untuk mau bekerja.
Sumber: Santapan Harian edisi Kitab Amsal hari ke-42
Kenyataan adanya orang yang berpunya dan tidak merupakan sesuatu yang tak dapat dihindari. Keduanya merupakan ciptaan Tuhan yang dibentuk seturut peta dan teladan-Nya (2). Meskipun berbeda tingkat sosioekonominya (7), namun tak dibenarkan adanya penindasan terhadap orang yang lebih lemah. Barangsiapa menganiaya orang lain maka ia akan menuai hukuman yang sepadan (8). Itu sebabnya pengamsal mengatakan bahwa orang yang menindas orang lemah dan menjilat orang kaya untuk keuntungan sendiri, hanya akan menerima kesia-siaan (16).
Selain itu, pengamsal juga menegur orang-orang yang malas. Mereka menggunakan berbagai macam alasan untuk tidak bekerja (13). Mereka lebih senang menunggu belas kasihan orang lain. Orang tipe ini menjadi miskin bukan karena ekonomi, namun oleh mentalnya sendiri. Sebaliknya, orang bijak hidup dengan penuh perhitungan (3) dan dengan rendah hati serta rasa takut akan Tuhan, mereka beroleh berkat (4). Orang seperti ini bukan hanya kaya secara materi, namun juga mental dan spiritual. Ia tidak takut berbagi dan menjadi berkat bagi orang lain yang membutuhkan (9).
Kesenjangan sosioekonomi antara si kaya dan miskin seharusnya tidak menciptakan perpecahan, namun peluang untuk dapat saling mengasihi dan menghormati. Anjuran Pengamsal agar orang kaya tidak menindas yang miskin, tetapi membantu orang yang membutuhkan merupakan salah satu cara menjalin tali kasih dalam Kristus. Orang miskin juga tidak boleh malas, mereka juga harus dituntut untuk mau bekerja.
Sumber: Santapan Harian edisi Kitab Amsal hari ke-42