Karena Kasih Karunia
(Roma 9: 19-29)
Masalah pilihan Allah selalu mengundang pertanyaan mengenai keadilan-Nya. Ia memilih Israel dan menolak bangsa-bangsa lain. Ia memilih Musa, tetapi menghukum Firaun. Adilkah ini? Jika segala sesuatu dalam diri manusia telah berjalan menurut kehendak Allah, lalu mengapa manusia harus disalahkan? Paulus menjelaskan jawabannya.
Pertama, kita tidak mungkin mempertanyakan kehendak Allah (19-21). Allah itu Maha Bijak maka adalah bodoh jika kita, bejana tanah liat ini, menantang Pencipta kita. Kedua, Allah mempunyai kehendak dalam diri setiap orang (22-24). Musa menerima kasih karunia Allah dan ia menjadi alat untuk menyatakan kasih karunia itu. Namun Firaun, sang pemberontak, menerima murka Allah. Ia memang tak pantas menerima belas kasih Allah. Lalu apakah Allah dapat dituduh tidak adil atas hal ini? Allah memiliki kebebasan untuk menyatakan kasih karunia kepada orang yang Dia kasihi. Ketiga, semua itu telah dinubuatkan oleh nabi-nabi (25-29). Paulus mengutip nubuat Hosea yang menyatakan bahwa Allah akan berpaling dari Israel dan memanggil bangsa-bangsa lain (Hos. 2: 22; 1: 10). Juga nubuat Yesaya tentang kasih karunia Allah dalam menyelamatkan sisa Israel yang percaya (Yes. 1: 9). Lalu apakah semua itu memperlihatkan ketidakadilan Allah? Jelas tidak, karena Allah tidak berkewajiban untuk memilih berdasarkan perbuatan manusia atau berdasarkan rasnya. Allah tidak dapat dikatakan tidak adil bila Ia memilih seseorang dan menolak yang lain, karena ini adalah masalah kasih karunia. Kita tidak bisa mempertanyakan mengapa demikian, sebab itu berarti kita telah melampaui hak kita sebagai ciptaan. Lagi pula pilihan Allah telah membuka kesempatan bagi bangsa lain untuk diselamatkan sehingga kita yang berasal dari bangsa lain pun dapat memperoleh kasih karunia untuk diselamatkan, tanpa memperhitungkan siapa kita.
Renungkan: Kita patut bersyukur dan memuliakan Allah atas hal itu. Dan tentu saja tetap berdoa agar orang lain yang belum menerima keselamatan dapat menerima kasih karunia itu.
Sumber: Santapan Harian edisi Kitab Roma hari ke-21
Pertama, kita tidak mungkin mempertanyakan kehendak Allah (19-21). Allah itu Maha Bijak maka adalah bodoh jika kita, bejana tanah liat ini, menantang Pencipta kita. Kedua, Allah mempunyai kehendak dalam diri setiap orang (22-24). Musa menerima kasih karunia Allah dan ia menjadi alat untuk menyatakan kasih karunia itu. Namun Firaun, sang pemberontak, menerima murka Allah. Ia memang tak pantas menerima belas kasih Allah. Lalu apakah Allah dapat dituduh tidak adil atas hal ini? Allah memiliki kebebasan untuk menyatakan kasih karunia kepada orang yang Dia kasihi. Ketiga, semua itu telah dinubuatkan oleh nabi-nabi (25-29). Paulus mengutip nubuat Hosea yang menyatakan bahwa Allah akan berpaling dari Israel dan memanggil bangsa-bangsa lain (Hos. 2: 22; 1: 10). Juga nubuat Yesaya tentang kasih karunia Allah dalam menyelamatkan sisa Israel yang percaya (Yes. 1: 9). Lalu apakah semua itu memperlihatkan ketidakadilan Allah? Jelas tidak, karena Allah tidak berkewajiban untuk memilih berdasarkan perbuatan manusia atau berdasarkan rasnya. Allah tidak dapat dikatakan tidak adil bila Ia memilih seseorang dan menolak yang lain, karena ini adalah masalah kasih karunia. Kita tidak bisa mempertanyakan mengapa demikian, sebab itu berarti kita telah melampaui hak kita sebagai ciptaan. Lagi pula pilihan Allah telah membuka kesempatan bagi bangsa lain untuk diselamatkan sehingga kita yang berasal dari bangsa lain pun dapat memperoleh kasih karunia untuk diselamatkan, tanpa memperhitungkan siapa kita.
Renungkan: Kita patut bersyukur dan memuliakan Allah atas hal itu. Dan tentu saja tetap berdoa agar orang lain yang belum menerima keselamatan dapat menerima kasih karunia itu.
Sumber: Santapan Harian edisi Kitab Roma hari ke-21