Jangan Pilih Kasih
(Yakobus 2: 8-13)
Yakobus memberi peringatan kepada umat Tuhan agar tidak pilih-pilih dalam menaati firman Tuhan. Seluruh hukum Tuhan harus ditaati!
Pertama, Yakobus menyebut hukum Tuhan sebagai hukum kerajaan (5 [Yun.: Basilikon]). Artinya hukum itu berasal dari Allah sebagai raja kehidupan, dan menjadi ciri dari orang yang terhisab dalam kerajaan-Nya. Melanggar hukum Tuhan, meski hanya satu, berarti menolak pemerintahan Allah dan menyangkali kewargaan dalam kerajaan-Nya.
Kedua, meski tertulis dalam Alkitab, tetapi pada hakikatnya hukum tersebut adalah ucapan Allah sendiri. Yakobus menyetarakan Alkitab (8) dengan “Ia yang mengatakan” (11). Ketiga, meski berbeda isi dan cakupannya, hukum tersebut bersama-sama merupakan satu kesatuan. Orang yang menaati hukum “jangan berzina” tetapi melanggar hukum “jangan membunuh”, terhitung telah melanggar hukum Allah. Dikaitkan dengan konteks bagian sebelumnya dalam ayat 8, pilih-pilih kasih bisa berujung pada melanggar hukum “jangan membunuh”.
Jadi tidak boleh setengah hati dalam menerapkan hukum Allah. Tidak boleh pilih-pilih, hukum mana yang mau dilakukan dan mana yang tidak. Kita juga diingatkan untuk memiliki alasan kuat saat menunjukkan kasih kepada sesama, yaitu karena kita telah mendapat belas kasih Allah. Belas kasih Allah juga yang menolong kita menjangkau orang tanpa pilih kasih. Belas kasih Allah menggerakkan dinamika kita untuk mampu menyatakan kasih Allah bagi orang lain.
Renungkan: Perilaku orang beriman harus selalu digerakkan oleh prinsip eskatologis. Maksudnya, sebagai orang yang telah dielamatkan oleh Yesus Kristus, kita harus hidup sebagai orang yang menjalani prinsip hukum kemerdekaan. Dalam hidup takut dan taat akan Allah kita memiliki keyakinan bahwa, kelak dalam pengadilan akhir, kita adalah warga-Nya yang Ia telah bersihkan dalam kebenaran.
Sumber: Santapan Harian edisi Kitab Yakobus 1: 1 – Wahyu 22: 21 hari ke-7
Pertama, Yakobus menyebut hukum Tuhan sebagai hukum kerajaan (5 [Yun.: Basilikon]). Artinya hukum itu berasal dari Allah sebagai raja kehidupan, dan menjadi ciri dari orang yang terhisab dalam kerajaan-Nya. Melanggar hukum Tuhan, meski hanya satu, berarti menolak pemerintahan Allah dan menyangkali kewargaan dalam kerajaan-Nya.
Kedua, meski tertulis dalam Alkitab, tetapi pada hakikatnya hukum tersebut adalah ucapan Allah sendiri. Yakobus menyetarakan Alkitab (8) dengan “Ia yang mengatakan” (11). Ketiga, meski berbeda isi dan cakupannya, hukum tersebut bersama-sama merupakan satu kesatuan. Orang yang menaati hukum “jangan berzina” tetapi melanggar hukum “jangan membunuh”, terhitung telah melanggar hukum Allah. Dikaitkan dengan konteks bagian sebelumnya dalam ayat 8, pilih-pilih kasih bisa berujung pada melanggar hukum “jangan membunuh”.
Jadi tidak boleh setengah hati dalam menerapkan hukum Allah. Tidak boleh pilih-pilih, hukum mana yang mau dilakukan dan mana yang tidak. Kita juga diingatkan untuk memiliki alasan kuat saat menunjukkan kasih kepada sesama, yaitu karena kita telah mendapat belas kasih Allah. Belas kasih Allah juga yang menolong kita menjangkau orang tanpa pilih kasih. Belas kasih Allah menggerakkan dinamika kita untuk mampu menyatakan kasih Allah bagi orang lain.
Renungkan: Perilaku orang beriman harus selalu digerakkan oleh prinsip eskatologis. Maksudnya, sebagai orang yang telah dielamatkan oleh Yesus Kristus, kita harus hidup sebagai orang yang menjalani prinsip hukum kemerdekaan. Dalam hidup takut dan taat akan Allah kita memiliki keyakinan bahwa, kelak dalam pengadilan akhir, kita adalah warga-Nya yang Ia telah bersihkan dalam kebenaran.
Sumber: Santapan Harian edisi Kitab Yakobus 1: 1 – Wahyu 22: 21 hari ke-7