Bukan Semata Demi Persatuan
(Hakim-Hakim 20: 1-17)
Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh, tampaknya tengah dihayati oleh bangsa Israel usai mendengar kisah si Lewi yang tidak sepenuhnya benar (4-5). Kengerian yang diciptakan melalui pengiriman dua belas potong mayat gundiknya ke setiap suku di Israel berhasil memprovokasi bangsanya. Setiap suku berdatangan dari berbagai tempat, bahkan dari berbagai tempat di perbatasan. Mereka bermufakat untuk menuntut balas atas tindakan orang Gibea terhadap gundiknya (1). Inilah kesempatan bagi mereka menunjukan solidaritas sebagai satu bangsa. Sayangnya, permufakatan ini bukanlah inisiatif Allah.
Di antara dua belas suku Israel, suku Benyamin tidak bersedia ikut dalam permufakatan itu. Bukan karena mereka tahu bahwa permufakatan itu tidak berdasar kehendak Allah, melainkan karena mereka lebih memilih untuk berpihak pada orang Gibea. Orang Benyamin tidak mau membiarkan orang Gibea mempertanggungjawabkan perbuatan mereka (12-13). Bukannya memberikan dukungan bagi orang-orang sebangsa, suku Benyamin malah bersekutu dengan orang Gibea untuk memerangi bangsa sendiri. Gibea adalah bagian Benyamin. Dengan berlaku demikian, suku Benyamin telah mengingkari panggilan sebagai umat Allah.
Di dalam komunitas orang beriman pun, rentan terjadi perbedaan pendapat dan perpecahan. Bila hal itu terjadi, pihak-pihak yang bersengketa akan mencari sekutu untuk berpihak pada mereka. Kadang kala, solidaritas dijadikan sebagai alasan nomer satu untuk mencari sekutu. Seharusnya kedua belah pihak mencoba berpikir jernih dan melihat masalah berdasarkan kacamata kebenaran Allah. Solidaritas yang tidak dilandaskan pada kebenaran firman Allah adalah solidaritas yang buta dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bila kita diperhadapkan pada perpecahan gereja, pertimbangkanlah untuk tidak sembarangan berpihak. Jangan sampai hanya solidaritas dan kesatuan, lalu kita mengabaikan diberlakukannya kebenaran
Di antara dua belas suku Israel, suku Benyamin tidak bersedia ikut dalam permufakatan itu. Bukan karena mereka tahu bahwa permufakatan itu tidak berdasar kehendak Allah, melainkan karena mereka lebih memilih untuk berpihak pada orang Gibea. Orang Benyamin tidak mau membiarkan orang Gibea mempertanggungjawabkan perbuatan mereka (12-13). Bukannya memberikan dukungan bagi orang-orang sebangsa, suku Benyamin malah bersekutu dengan orang Gibea untuk memerangi bangsa sendiri. Gibea adalah bagian Benyamin. Dengan berlaku demikian, suku Benyamin telah mengingkari panggilan sebagai umat Allah.
Di dalam komunitas orang beriman pun, rentan terjadi perbedaan pendapat dan perpecahan. Bila hal itu terjadi, pihak-pihak yang bersengketa akan mencari sekutu untuk berpihak pada mereka. Kadang kala, solidaritas dijadikan sebagai alasan nomer satu untuk mencari sekutu. Seharusnya kedua belah pihak mencoba berpikir jernih dan melihat masalah berdasarkan kacamata kebenaran Allah. Solidaritas yang tidak dilandaskan pada kebenaran firman Allah adalah solidaritas yang buta dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bila kita diperhadapkan pada perpecahan gereja, pertimbangkanlah untuk tidak sembarangan berpihak. Jangan sampai hanya solidaritas dan kesatuan, lalu kita mengabaikan diberlakukannya kebenaran