Belas Kasih, Bukan Hukuman
(Yohanes 7: 53-8: 11)
Gagal menjebak Tuhan Yesus dari sisi pengajaran-Nya, para pemimpin Yahudi berusaha mencari kelemahan Yesus dari sisi ketaatan-Nya pada Taurat (moralitas) atau sisi kemanusiaan-Nya (belas kasih dan pengampunan).
Dalam upaya menjebak Tuhan Yesus (8: 6), mereka sebenarnya telah menyelewengkan Hukum Taurat. Hukuman terhadap perzinaan seharusnya diberlakukan terhadap pasangan pezina. Namun mereka hanya membawa si perempuan (3). Lalu di mana pihak laki-lakinya? Boleh jadi laki-laki itu adalah teman persekongkolan mereka untuk menjebak si perempuan. Tuhan Yesus tentu tahu upaya mereka menjebak diri-Nya. Hikmat Ilahi tidak mungkin dikalahkan oleh tipu daya manusia.
Tuhan Yesus tidak pernah menentang Hukum Taurat karena Hukum Taurat bersumber dari Allah Bapa. Namun Tuhan Yesus meluruskan cara penerapan Hukum Taurat. Hukum Taurat diberlakukan bagi umat Allah dalam konteks kasih kepada Allah dan sesama. Oleh karena itu, belas kasih harus menjadi dasar penerapan Hukum Taurat. Umat Allah adalah umat berdosa yang sudah mengalami kasih dan pengampunan-Nya. Lalu, siapakah yang layak menghakimi sesamanya? Jawaban Tuhan Yesus (7) membungkamkan mulut mereka karena mereka tidak dapat menyangkali keberdosaan mereka (9). Yesus tidak menghukum perempuan itu karena Dia berotoritas mengampuninya. Ia juga menuntut perempuan itu untuk hidup dalam kebenaran (11).
Hanya Allah yang berhak menghukum atau mengampuni dosa. Pengampunan-Nya adil karena Yesus sudah menanggung dosa setiap orang yang percaya kepada-Nya. Kita yang mendapat anugerah-Nya wajib menerima dan mengasihi orang lain karena inilah yang Allah inginkan, yaitu belas kasih kepada sesama dan bukan sikap menghakimi.
Camkan: Orang yang suka menghakimi sesamanya dan senang melihat orang lain dihukum, pada hakikatnya belum mengalami kasih dan pengampunan dari Allah!
Sumber: Santapan Harian edisi Kitab Yohanes Bagian ke-1 hari ke-28
Dalam upaya menjebak Tuhan Yesus (8: 6), mereka sebenarnya telah menyelewengkan Hukum Taurat. Hukuman terhadap perzinaan seharusnya diberlakukan terhadap pasangan pezina. Namun mereka hanya membawa si perempuan (3). Lalu di mana pihak laki-lakinya? Boleh jadi laki-laki itu adalah teman persekongkolan mereka untuk menjebak si perempuan. Tuhan Yesus tentu tahu upaya mereka menjebak diri-Nya. Hikmat Ilahi tidak mungkin dikalahkan oleh tipu daya manusia.
Tuhan Yesus tidak pernah menentang Hukum Taurat karena Hukum Taurat bersumber dari Allah Bapa. Namun Tuhan Yesus meluruskan cara penerapan Hukum Taurat. Hukum Taurat diberlakukan bagi umat Allah dalam konteks kasih kepada Allah dan sesama. Oleh karena itu, belas kasih harus menjadi dasar penerapan Hukum Taurat. Umat Allah adalah umat berdosa yang sudah mengalami kasih dan pengampunan-Nya. Lalu, siapakah yang layak menghakimi sesamanya? Jawaban Tuhan Yesus (7) membungkamkan mulut mereka karena mereka tidak dapat menyangkali keberdosaan mereka (9). Yesus tidak menghukum perempuan itu karena Dia berotoritas mengampuninya. Ia juga menuntut perempuan itu untuk hidup dalam kebenaran (11).
Hanya Allah yang berhak menghukum atau mengampuni dosa. Pengampunan-Nya adil karena Yesus sudah menanggung dosa setiap orang yang percaya kepada-Nya. Kita yang mendapat anugerah-Nya wajib menerima dan mengasihi orang lain karena inilah yang Allah inginkan, yaitu belas kasih kepada sesama dan bukan sikap menghakimi.
Camkan: Orang yang suka menghakimi sesamanya dan senang melihat orang lain dihukum, pada hakikatnya belum mengalami kasih dan pengampunan dari Allah!
Sumber: Santapan Harian edisi Kitab Yohanes Bagian ke-1 hari ke-28