Allah Rindu Umat Bertobat
(Yeremia 4: 1‐18
Salah satu perumpamaan yang terkenal di Alkitab adalah kisah anak yang hilang. Cerita itu menggambarkan bagaimana Allah selalu merindukan pertobatan manusia, seperti seorang ayah merindukan kepulangan anak bungsunya (bdk. Luk. 15: 11‐32). Tujuannya jelas, yaitu agar Ia dapat berelasi kembali dengan manusia ciptaan‐Nya. Itu sebabnya, Allah terus‐
menerus menyerukan pertobatan kepada umat‐Nya untuk meninggalkan berhala sesembahan dan kembali kepada‐Nya dengan ketulusan hati (1‐4).
Mendengar panggilan Tuhan untuk berbalik dari dosa dan berdamai dengan‐Nya, seharusnya menjadi kabar sukacita bagi manusia. Jika umat‐Nya menyambut dengan baik panggilan tersebut, niscaya hubungan umat dengan Allah akan dipulihkan (18), damai sejahtera akan diberikan (2b), dan pembaruan ekonomi akan terjadi (3b). Sayang sekali
mereka justru menampik undangan tersebut.
Konsekuensinya, Allah menghajar mereka dengan hukuman yang berat. Ia melakukan semua itu bukan untuk memusnahkan Israel, melainkan agar mereka sadar dan bertobat. Dengan berat hati, Ia membiarkan musuh menjajah dan menjarah (5‐13). Melihat penderitaan umat‐Nya, hati Tuhan turut pilu. Seperti seorang ayah merasa sedih ketika ia
harus mendidik anaknya dengan keras. Semua itu harus dilakukan demi kebaikan buah hatinya. Demikian pula dengan Allah supaya Israel berbalik pada jalan yang benar (11‐12).
Ketika Allah menghukum manusia, bukan berarti Ia membenci ciptaan‐Nya. Sebaliknya, ganjaran yang Tuhan berikan merupakan bagian dari kasih‐Nya. Ia tidak ingin manusia terlena dalam dosa dan akhirnya binasa selamanya. Itu sebabnya, Ia berusaha menyadarkan umat‐Nya dengan berbagai cara, sekalipun itu mungkin menyakiti hati‐Nya.
Renungkan: Bersyukurlah jika kita masih merasakan hukuman Allah akibat perbuatan dosa. Karena Ia mau kita bertobat.
Sumber: Santapan Harian edisi Kitab Yeremia hari ke‐6
menerus menyerukan pertobatan kepada umat‐Nya untuk meninggalkan berhala sesembahan dan kembali kepada‐Nya dengan ketulusan hati (1‐4).
Mendengar panggilan Tuhan untuk berbalik dari dosa dan berdamai dengan‐Nya, seharusnya menjadi kabar sukacita bagi manusia. Jika umat‐Nya menyambut dengan baik panggilan tersebut, niscaya hubungan umat dengan Allah akan dipulihkan (18), damai sejahtera akan diberikan (2b), dan pembaruan ekonomi akan terjadi (3b). Sayang sekali
mereka justru menampik undangan tersebut.
Konsekuensinya, Allah menghajar mereka dengan hukuman yang berat. Ia melakukan semua itu bukan untuk memusnahkan Israel, melainkan agar mereka sadar dan bertobat. Dengan berat hati, Ia membiarkan musuh menjajah dan menjarah (5‐13). Melihat penderitaan umat‐Nya, hati Tuhan turut pilu. Seperti seorang ayah merasa sedih ketika ia
harus mendidik anaknya dengan keras. Semua itu harus dilakukan demi kebaikan buah hatinya. Demikian pula dengan Allah supaya Israel berbalik pada jalan yang benar (11‐12).
Ketika Allah menghukum manusia, bukan berarti Ia membenci ciptaan‐Nya. Sebaliknya, ganjaran yang Tuhan berikan merupakan bagian dari kasih‐Nya. Ia tidak ingin manusia terlena dalam dosa dan akhirnya binasa selamanya. Itu sebabnya, Ia berusaha menyadarkan umat‐Nya dengan berbagai cara, sekalipun itu mungkin menyakiti hati‐Nya.
Renungkan: Bersyukurlah jika kita masih merasakan hukuman Allah akibat perbuatan dosa. Karena Ia mau kita bertobat.
Sumber: Santapan Harian edisi Kitab Yeremia hari ke‐6